Juni 2025 Rumail Kembali Muncul: Al-Jauhar Al-Syafaf Dan Mufti Yaman Lagi

Posted by: Kang Diens 25-Jun-2025 Tidak ada komentar

Rumail ingin membuat isu nasab ramai lagi. Agaknya durasi polemik nasab perlu ditambah agar lebih banyak kabain (jamak dari kibin) yang sadar. Ia Kembali membikin narasi yang agak ilmiah, yang laik untuk ditanggapi walau tidak ada yang baru: tidak ada pembelaan darinya tentang manuskrip-manuskrip yang ia tunjukan yang telah penulis bongkar kepalsuannya. Bagi yang penasaran manuskrip apa, silahkan baca buku penulis yang berjudul “Manuskrip-Manuskrip Palsu Ba’alwi Versi Rumail Abbas” (dapat di download di internet).

Narasi yang pantas ditanggapi yaitu argumennya tentang bahwa Abdurrahman Al-Khatib (w. ?) pantas menjadi “the number one” daripada Ali al-Sakran (w.895 H.) dalam kreasi nasab Ba’alwi. Hal tersebut sudah pernah penulis bahas dalam artikel berkali-kali bahwa antara Ali al-Sakran dan Al-Khatib keduanya berpeluang menjadi “Sang Juara” tetapi sampai saat ini, juara sejati tetap Ali al Sakran.

Narasi tentang siapakah yang pantas menjadi juara pertama perancang nasab Ba’alwi secara formal, apakah Ali al-Sakran tahun 895 H atau Al-Khatib tahun 855 H tidak akan menolong apa-apa akan terbongkarnya kepalsuan nasab Ba’alwi, karena Ali al-Sakran dan Abdurrahman Al-Khatib itu keduanya termasuk internal Ba’alwi. Al-Khatib dia adalah murid Abdurrahman Assegaf, walau bukan Ba’alwi, ia dianggap internal Ba’alwi karena tentu proposisi tantang Ba’alwi yang ada dalam Al-Jauhar al-Syafaf itu ia dapatkan dari gurunya itu. Hal itu jika Rumail berhasil mendapatkan dalil bahwa Al-Khatib adalah sosok historis dan ada kitab yang ia dapatkan yang mengkonfirmasi itu, tetapi sampai saat ini itu tidak ada.

Untuk menggeser posisi Ali al-Sakran sebagai juara pertama dan menggantikannya dengan Abdurrahman Al-Khatib, ada beberapa hal yang harus Rumail lakukan:

Pertama: Rumail harus mampu menemukan siapa Abdurahman bin Muhammad Al-Khatib yang wafat tahun 855 H. itu. Adakah ulama yang mengenalnya. Kitab apa yang menyebutkan Namanya dengan angka tahun wafat tersebut. Tidak ada satu ulama pun yang menyebut namanya dengan angka tahun wafat tersebut. Lalu siapa dia? Rumail harus membawa satu kitab muktabar yang menyebut nama Abdurrahman Al-Khatib dengan angka wafat tahun 855 H. itu.

Kedua: Penulis telah membuat artikel khusus tentang pengarang kitab Al-Jauhar al-Syafaf yang asli, Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman, ia disebut dalam kitab-kitab biografi para ulama seperti al-Suluk karya al-Janadi (w. 732 H), al-Uqud al-Lu’luiyyah karya Ali bin Hasan al-Khojroji (w. 812 H.), Mu’jam al-Muallifin karya Umar Rido Kahhalah, Hadiyyat al-Arifin karya Ismail Basya al-Babani . kitab-kitab itu menyebut bahwa Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman ini wafat pada tahun 724 H bukan 855 H. jika ia telah wafat tahun 724 H. bagaimana ia bisa mengarang kitab pada tahun 820 H.

Jika ia mengarang kitab Al-jauhar al-Syafaf itu pada tahun 820 H. dan wafat tahun 855 H. maka kenapa keluarga Ba’alwi dan yang lainnya yang ada di abad 9 dan dan awal abad 10 H. tidak pernah menyebut namanya. Di bawah ini saksi-saksi kitab yang ditulis pada abad 9 dan awal abad 10 H. yang tidak menyebut nama Abdurrahman Al-Khatib:

  1. Al-Syurji Al-Zabidi (w. 893 H.) dalam kitabnya Tobaqot al-Khawas tidak menyebutkan nama Abdurrahman Al-Khatib pernah hidup di Tarim dan wafat tahun 855 H. padahal ia banyak menyebutkan nama ulama di Tarim.
  2. Ali al-Sakran dalam kitab Al-Burqah dan kitab lainnya tidak menyebut namanya, bahkan tidak pernah disinggung sama sekali bahwa pernah ada orang Bernama Abdurrahman Al-Khatib yang ada di Kota tarim. Itu menunjukan bahwa kitab Al-Jauhar al-Syafaf itu ditulis setelah abad Sembilan.
  3. Kitab Al-Juz al-Latif karya Abu Bakar Alidrus (w. 914 H) tidak pernah menyebut nama Abdurrahman Al-Khatib yang wafat tahun 855 H. dan mempunyai kitab Bernama Al-Jauhar al-Syafaf.
  4. Kitab Al-Dau’ullami’ Li Ahli Qarn al-Tasi’ (kitab yang menerangkan ulama yang hidup di abad 9 H.) karya Al-Sakhawi (w. 902 H.) sama sekali tidak menyebut ada seorang ulama Bernama Abdurrahman Al-Khatib padahal ia mencatat banyak nama-nama ulama di Tarim.
  5. Al-Tayyib bin Abdullah Ba Makhramah (w. 947 H.) yang dalam versi cetak kitab Qiladat al-Nahar dikatakan banyak mengutip dari Al-jauhar al-Sayafaf tetapi ia tidak menyebut biografi Abdurrahman Al-Khatib sama sekali.

Fakta-fakta di atas menunjukan beberapa hal di antaranya pertama: tidak ada orang Bernama Abdurrahman Al-Khatib yang wafat tahun 855 H menulis kitab Bernama Al-Jauhar al-Syafaf.

Kedua: kitab Al-Jauhar al-Syafaf dengan pengarang Bernama Abdurrahman bin Muhammad pernah ditulis dan pengarangnya telah wafat tahun 724 H. bagaimana bisa orang yang telah wafat tahun 724 H lalu hidup lagi di tahun 820 untuk mengarang kitab.

Mungkin Rumail lalu bertanya: lalu manuskrip yang saya pegang ini kitab apa padahal judulnya jelas tertulis Al-jauhar al-Syafaf dan pengarangnya jelas disebut Bernama Abdurrahman Al-Khatib yang wafat tahun 855 H dan, manuskrip ini dikutip banyak sekali oleh Al-Tayyib Ba Makhramah yang wafat tahun 947 H. ? Bagaimana cara menjelaskannya?

Penulis menjawab: jawabannya panjang dan rumit, Rumail. tetapi jika Rumail telah memahami pola dari fakta pemalsuan mansukrip yang dilakukan Ba’alwi dalam beberapa peristiwa, Rumail akan cepat memahami itu.

Penulis akan mencoba menyederhanakan hal rumit tersebut dengan dua kemungkinan:

kemungkinan pertama: Abdurrahman Al-Khatib masih hidup di masa Al-Tayyib, dan Al-Thayyib mengenalnya, oleh karena itu ia tidak memasukan biografinya dalam kitabnya itu, konsekwensinya maka Al-Khatib tidak wafat di tahun 855 H. tetapi ia masih hidup sampai sekitar tahun 947 H (tahun wafat Al-Tayyib) berarti Ali al-Sakran tetap menjadi sang juara dengan angka tahun wafat 895 H.

kemungkinan kedua: ia mendapatkan salinan kitab Al-jauhar al-Syafaf dengan nama penulis Al-Khatib yang ia tidak kenal siapa dia, wafat tahun berapa dan bagaimana perjalanan hidupnya, lalu kitab itu tetap menjadi rujukan karena ia membutuhkannya. Untuk kemungkinan ini, maka kitab Al-jauhar al-Syafaf adalah termasuk kategori “kitabun manhulun” kitab yang ditulis pada zaman Al-Thayyib lalu diasosiasikan nama tertentu seratus tahun ke belakang yang sebenarnya ia bukan karya dari orang dengan nama tertentu tersebut. Lalu diberikan kepada Al-Thayib karena mengetahui ia sedang menulis tentang sejarah tokoh-tokoh di Yaman. Konsekwensi kemungkinan ini, maka kitab Al-jauhar al-Syafaf sama sekali tidak bisa menjadi hujjah dilihat dari sisi penanggalan dan pengarangnya.

Untuk membantah dua kemungkinan itu maka Rumail harus mendatangkan sebuah kitab di abad sembilan yang menyebut ketokohan seorang Al-Khatib yang dikatakan wafat tahun 855 H. selama itu tidak bisa didapatkan maka “The Champion” untuk creator nasab Ba’alwi secara formal tetaplah Ali bin Abubakar Al-Sakran.

Lalu apa konsekwensi terhadap nasab Ba’alwi jika terbukti Al-Khatib sosok historis di abad 9 H? konsekwensi terbuktinya Al-Khatib sebagai sosok historis di abad 9 H adalah sang juara pertama penulis sejarah dan nasab Ba’alwi berpindah dari Ali al-Sakran yang merupakan cucu dari Abdurrahman Assegaf kepada Abdurrahman Al-Khatib yang merupakan murid Abdurrahman Assegaf tersebut. Jadi membuktikan kepada kita bahwa nasab Ba’alwi ini hanya muter-muter dibangun di abad ke-9 H oleh sirkel Ba’alwi saja. Tidak ada yang lain.

Tentang Al-jauhar al-Syafaf selesai yah. Kemudian kita beralih kepada yang ringan yaitu narasi Rumail tentang akun Facebook Mufti Yaman. Sering diulang oleh Rumail, bahwa penulis tidak teliti Ketika mengutip akun FB Mufti Yaman. Padahal penulis menulis kutipan akun FB Mufti Yaman itu setengah bercanda untuk Rumail.

certa singkatnya begini:

Penulis mengutip sebuah berita dari media online di Yaman yang Bernama “Shaut al-Watan” (https://voicnews.com/new/374149) yang menjelaskan bahwa Mufti Yaman membatalkan nasab Ba’alwi. Lalu Rumail mengirim pesan pribadi kepada akun FB Mufti Yaman, ia bertanya tentang berita itu. Menurut Akun Mufti Yaman itu Rumail mengaku sebagai seorang peneliti kementerian luar negeri dan seorang Doktor di sebuah universitas terbesar di Indonesia. Lalu akun Mufti Yaman itu menjawab bahwa Ba’alwi bukan cucu Nabi. Kemudian percakapan dalam “pesan” itu di screenshot oleh akun Mufti Yaman dan dijadikan status di akun FB nya itu. Penulis merasa lucu dengan peristiwa itu: kok bisa Rumail bertanya di akun itu, dan masa sih untuk sekedar bertanya tentang nasab Ba’alwi harus berbohong mengaku peneliti kementerian luar negeri dan seorang doctor dari universitas terbesar di Indonesia. Kayaknya Rumail enggak segitunya dech!

Ini screenshot itu:

Dalam akun FB Mufti Yaman itu ia membuat status berbunyi:

تواصل معي احد الباحثين التابعين لوزارة الخارجية لدولة #اندونيسيا والدكتور في احد اكبر جامعات اندونيسيا ناقش معي حول ما ذكرتة عن خطر التنكر بالنسب الهاشمي وكان في صدد بحث عن اسرة باعلوي فاوضحت لة ان اسرة باعلوي ليسوا من هواشم وسادة ال البيت الاطهار وانما يحاولوا نسب انفسهم الينا فشكرني على ما قدمتة لهم من معلومات في بحثهم الذي كاد ان ينجزوة لولا كلامي الذي حول مجرى البحث وكشف لهم الحقائق

Terjemah:

“Salah seorang peneliti dari Kementerian Luar Negeri #Indonesia dan seorang doktor di salah satu universitas terbesar di Indonesia menghubungi saya dan berdiskusi dengan saya tentang apa yang saya sebutkan tentang bahaya mengingkari silsilah keluarga Hasyimiyah. Ia sedang meneliti keluarga Ba’alawi, maka saya jelaskan kepadanya bahwa keluarga Ba’alawi bukanlah keluarga Hasyimiyah dan bukan pula keluarga Nabi yang suci, melainkan mereka berusaha menasabkan diri mereka kepada kami (sadah) . Ia mengucapkan terima kasih atas informasi yang saya berikan kepada mereka dalam penelitian mereka, yang hampir saja mereka selesaikan seandainya saja kata-kata saya tidak mengubah arah penelitian dan mengungkapkan fakta-fakta kepada mereka.”

Demikian status FB dari akun Mufti Yaman itu.

Siapa yang dimaksud dengan “salah seorang peneliti dari kementerian luar negeri Indonesia dan seorang doctor dari universitas terbesar” itu, akun Mufti Yaman tidak menjelaskan. Tetapi ada foto dari akun Rumail yang sedang memegang dagu ditampilkan. Dari sana jelas yang dimaksud akun Mufti Yaman dengan “salah seorang peneliti dari kementerian luar negeri dan doctor” itu adalah Rumail.

Dalam status itu juga ditampilkan screenshot pesan yang dikirimkan Rumail. pesan Rumail itu berbunyi:

السلام عليكم يا سيدي. أتمنى أن يكون الله دائما يحفظك، أنا باحث في عائلة بني بعلوي في إندونيسيا. وموضوع رسالتي الأكاديمية هو حول ذلك. هناك موقع يشير إلى أنك قد ألغيت بعلوي.
هذا هو الرابط
https://voicnews com/new/374149
هل هذا الموقع يمثل كلامك وفتواك فعلا؟ آسف إذا كنت قد أزعجتك. أشكرك إذا كان لديك الوقت للرد. أنا أقدر تقديرا كبيرا لإجابتك.

Terjemah:

“Salam sejahtera, Tuanku. Semoga Allah senantiasa melindungi Tuanku. Hamba adalah peneliti keluarga Bani Ba’alawi di Indonesia. Subjek disertasi akademis hamba adalah tentang itu. Ada situs web yang menyatakan bahwa tuanku telah memabatalkan Ba’alawi. Berikut tautannya: https://voicnews.com/new/374149 Apakah situs web ini benar-benar mewakili perkataan dan fatwa tuanku? Mohon maaf jika hamba telah mengganggu tuanku. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk menanggapi. hamba sangat menghargai tanggapan tuanku.”

Kemudian karena lucu, penulis canda-candaan meroasting Rumail dengan membuat tulisan berjudul: “Ditanya Rumail Abbas, Mufti Yaman Tegaskan Habib Ba’Alwi Bukan Keturunan Nabi”. Dari sini Rumail sering bernarasi bahwa penulis tidak teliti akun FB palsu ditanggapi dengan tulisan.

Dari kronologi tersebut, sudah jelas bahwa sebenarnya tragedi akun FB Mufti Yaman itu Rumail lah yang memulai. Jika akun FB itu akun palsu, lalu siapakah yang tertipu. Jelas Rumail yang tertipu. Ia sudah memanggil akun itu dengan sebuatan “tuanku” saking yakinnya itu akun Mufti Yaman asli. Adapun tentang bahwa Mufti Yaman membatalkan nasab Ba’alwi itu jelas dapat ditelusuri dalam media online di Yaman. Tetapi tautan yang penulis kutip sudah di down oleh tangan jahil, kasusnya sama seperti beberapa kali website pondok pesantren penulis di hack orang yang takut privilege nya hilang. Tetapi pembaca masih bisa melihat dari situs lainnya karena berita bahwa Mufti Yaman membatalkan nasab Ba’alwi itu dimuat beberapa media online di Yaman. Adapun mengenai Mufti Yaman kemudian membantah itu hal lain lagi. Banyak pernyataan di media masa dirilis lalu diingkari karena suatu hal.

Para ulama Yaman, intelektual Yaman, bangsawan Yaman ramai di internet membatalkan nasab Ba’alwi, hanya para kabain saja yang mengabaikan kenyataan itu, seperti Ahli hadits Syaikh Muqbil Al-Wada’I, Doktor Abdullah Al-Shuaibi, Pangeran Abdul Nasser dll.

Bahkan Pangeran Abdul Nasser menantang Ali al-Jufri (idolanya Lora Ismail Kholili) untuk tes DNA, Pangeran Abdul Nasher berkata:

إحملوا عني هذه التغريدة إلى علي الجفري أنا الأمير عبدالناصر بن حماد بن احمد بن علي بن قاسم بن احمد بن الحسن بن الهيثمي بن عامر بن عبدالوهاب الطاهري حفيد سلطان العواذل أنكر نسب علي الجفري لآل البيت وإذا ثبت نسبه بعد التحليل DNA أتحمل أي إجراء قانوني . والسلام على من اتبع الهدى.

“Sampaikan tweet ku ini kepada Ali al-Jufri: saya Pangeran Abdul Nasher bin Hammad bin Ahmad bin Ali bin Qasim bin Ahmad bin Al-Hasan bin Al-Haitami bin Amir bin Abdulwahhab al-Tahiri, cucu Sultan al-Awadzil, mengingkari nasab Ali Al-Jufri sebagai keturunan Ali Bait Nabi. Dan jika nasabnya telah sahih setelah tes DNA saya siap menanggung konsekwensi hukum.”

Perhatikan bagaimana tegas dan lugas pengingkaran Pangeran Abdul Nasher terhadap nasab Ali al-Jufri Ba’alwi, dan perhatikan pula ketika ia menyebutkan nasabnya yang tersambung kepada Sultan Awadzil dari dinasti Al-Tahiriyah di Aden Yaman. hal tersebut ia lakukan untuk mengatakan bahwa ia, Pangeran Abdul Nasher, seorang keturunan Sultan di Yaman, yang nyata sebagai kaum bangsawan yang tercatat dalam sejarah Yaman, tidak mengakui Ali al-Jufri Ba’alwi sebagai keturunan Nabi.

Penulis Imaduddin Utsman Al-Bantani