Kini, ketika kiai melihat kondisi kebangsaan, relasi antara kenegaraan dan keagamaan tidak lagi dilihat secara kaku dari kaca mata agama semata tapi kiai mampu maju untuk ikut berperan dalam wilayah negara (wilayatu al-daulah) secara praktis.
Pokok bahasan Ilmu Manthiq itu ada 2 bagian, pertama al-tashowwur dan yang kedua al-tashdiq. Al-tashowur itu “idroku al nisbati kalamiyatan aw khobariyatan aw insyaiyatan“ dan juga itu diartikan sebagai pengertian memahami objek (materi) sebelum diteliti.
Terkait dengan praktik kemusyrikan serta asumsi bahwa wafaq atau rajah dianggap sebagai alat untuk menggelincirkan manusia ke praktik kemusyrikan. Jawaban kita tegas, bukan.
Ayat-ayat suci Al-Qur'an kita bacakan, istighfar dan tahlil kita ucapkan, membaca sholawat nariyah kita sanjungkan, dan air mata pun kita teteskan. Dengan khusyu' dan takhollush hati, kita menyalakannya dengan khouf dan roja' kepada Tuhan yang maha pengasih dan penyayang, agar bumi ini secepatnya dihilangkan dari wabah pandemi dan endemik virus Corona.
Dari musibah membuka cakrawala baru dalam dunia kedokteran. Klenik dan takhayul terkikis bahkan ditinggalkan. Babak baru rasionalitas memahami fenomena alam dan tak luput pula cara beragama.
Gagasan dan pemikiran Abahyai Prof. Dr. KH. Ma'ruf Amin terkait revitalisasi ekonomi kerakyatan cukup ideal, bahwa: "Membangun yang lemah itu bukan dengan melemahkan yang kuat, apalagi dengan membenturkan yang lemah dengan yang kuat. Membangun yang lemah itu dengan menguatkan yang lemah melalui kolaborasi kemitraan antara yang kuat dengan yang lemah. Sehingga output-nya adalah kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat".
Kini, kita tengah dihadapkan oleh serbuan hoax, isu-isu yang dibuat untuk menimbulkan ketakutan-ketakutan dibalik wabah virus ini (Covid-19 varian delta) seolah untuk memohon rahmat dan kasih sayang-Nya saja kita sampai lupa, seolah pula Tuhan dianggap tidak ada, dianggap juga tidak mengasihi umat manusia. Sehingga nyawa bergelimpangan adalah cermin dari ketidakpedulian Tuhan pada hambanya.
Dalam bahasa Latin, ada istilah “apologus” yang identik dengan makna “narrative” atau “fable”. Bahasa Latin menggunakan kata “excusatio " untuk kata “apology” dalam bahasa Inggris, yang artinya identik dengan permintaan maaf atau penyesalan. Istilah “apologia” dalam bahasa Yunani tampaknya lebih tepat menggambarkan isi buku Bernard Lewis ini.
Sudah menjadi garis hidup kita mengalami musibah, bahaya, malapetaka, sedih, nestapa dan duka cita. Tapi kita pun tentunya tidak menghujat Tuhan karena adanya itu. Sudah sepantasnya dan ini adalah yang penting, bahwa doa menjadi satu-satunya untuk kita panjatkan, agar Allah yang maha besar dengan iradatnya dan rahmatnya menyelamatkan kita dari ganasnya virus ini
Keselamatan bersama adalah tujuan, dan kepentingan apapun dibalik ini harus dilepaskan. Jasad saudara-saudara kita banyak bergelimpangan, korban berjatuhan, ribuan nyawa melayang. Tangis kita pecah, sedih kita melelehkan air mata. Kembalikan ini sebagai ujian Tuhan atas kita.