Seorang filsuf berkata :
“Jika nama leluhurmu tercatat baik dalam sejarah, maka engkau harus mempertahankan kebaikan tersebut.”
“Jika nama leluhurmu tercatat buruk dalam sejarah, maka rubahlah catatan sejarah tersebut dengan membuktikan bahwa dirimu adalah orang baik.”
“Namun jika nama leluhurmu tidak tercatat dalam sejarah manapun, maka berjuanglah dan buatlah sejarahmu sendiri !”
Demikianlah, banyak manusia yang justru bertolak belakang dengan pesan moral diatas.
Yang telah dianugerahi sebagai keturunan orang besar malah berlaku kerdil, sombong dan manipulatif.
Sementara begitu banyak yang keturunan orang jahat malah bangga dengan kejahatan leluhurnya.
Atau yang bukan keturunan siapa-siapa, cenderung apatis atas sendi-sendi perikehidupan dan perikemanusiaan. Baginya hidup adalah siklus sederhana menuju kematian. Padahal setiap kehidupan adalah anugerah yang besar. Harus diisi dengan prestasi dan pengabdian bagi Tuhan dan kebaikan untuk alam semesta.
Namun, seburuk-buruknya dari 3 jenis manusia diatas, masih tergolong sebagai manusia jujur dan sadar akan jati-dirinya, akan sejarah leluhurnya.
Yang miris manakala banyak manusia palsu, dia mencatut leluhur orang lain untuk diakui sebagai leluhurnya. Walaupun dia berlaku kebajikan, tetap dia tercela karena menolak kebenaran dan takdir Ilahiah. Dan suatu hal yang diawali dari penipuan, akan berakhir dengan rasa malu dan penyesalan.
Apalagi dengan berlaku jahat, rasis dan melakukan penindasan. Maka manusia jenis seperti ini tentunya akan terlaknat di bumi dan di langit, di dunia dan di akhirat kelak.
Ada sebuah kaidah dalam agama Islam berkata :
Dan pabila ini berkaitan dengan nasab Nabi Muhammad, maka dia derajatnya TERKUTUKNYA TERKUTUK.
Apabila kita meyakini semua agama adalah suci. Karena diturunkan dari Tuhan yang Maha Suci, dengan ajarannya yang suci, melalui firman-Nya yang suci, dibukukan dalam kitab yang suci, dan tentunya pengemban risalahnya pastilah juga manusia yang suci.
Maka barang siapa yang memalsukan atau melakukan penodaan atas segala hal yang suci diatas. Dia telah layak untuk menjadi musuh pemeluk agama tersebut di seluruh dunia. Dan dalam konteks ke-Bhinnekaan dan ke-Indonesiaan, dimana semua agama saling menghargai serta memulyakan, maka dia adalah musuh dari semua agama di Nusantara ini.
Misalkan, tiba-tiba ada seseorang mengaku sebagai keturunan Yesus Kristus. Lalu dengan segala klaimnya, dia berupaya mendoktrin yang paling berhak sebagai penyampai kebenaran. Atau otoritas tertinggi bagi ummat kristiani. Kira-kira apakah ummat Kristiani tidak akan bangkit untuk menghakimi pemalsu nasab tersebut?
Mengingat dalam kesejarahan dan doktrin yang diyakini mayoritas, bahwa Yesus tidak pernah menikah dan apalagi berketurunan.
Dengan analogi yang sama, misal ada seorang yang mengaku sebagai keturunan Sang Sidharta Gautama. Apakah umat agama Budha tidak akan mengambil tindakan?
Demikian juga, manakala tiba-tiba ada yang mengaku sebagai keturunan Sri Krisna. Seorang manusia suci titisan Dewa Wisnu, terkenal sebagai penentu, king maker, dalam epos Mahabarata. Dan ketika dia mencoba merebut otoritas tertinggi fatwa dan klaim kebenaran. Pastilah ummat Hindu akan bangkit melakukan penghakiman.
Pada hakekatnya, siapa mengaku keturunan siapa, itu sah-sah saja. Asal dia memakai kaidah yang benar untuk mendukung klaimnya tersebut :
Dalam tulisan-tulisan sebelumnya, menyoroti tentang sekumpulan kaum imigran dari Yaman. Yaitu Bani Alawi bin Ubaidillah, atau lebih terkenal dengan Ba’alawi. Dimana secara massif mengklaim sebagai keturunan Nabi SAW. Dan melalui lembaga pencatat nasabnya Maktab Daimi Robithoh ALAWIYAH (MDRA), seolah menjadi satu-satunya lembaga paling shohih mencatat nasab keturunan Nabi di Indonesia. Ironisnya di Yaman sendiri Lembaga ini tidak ada, yang ada hanya mencatat nasab internal keluarganya sendiri-sendiri per Qabilah. Faktanya, mereka juga tidak diakui sebagai bagian dari keluarga Nabi oleh Naqobah Saadatul Asyrof di Yaman sebagai negara kampung leluhurnya.
Apalagi di Iraq, yang mana mengklaim keturunan Sayyid Ahmad Al Abah Annafath bin Isa Arrumi Alhusaini. Yang katanya hijrah ke Yaman, mereka juga sama sekali tidak mendapat pengakuan darinya. Nihil. Zonk. Zero.
Ibaratnya mereka ini anak-anak terlantar di negeri orang yang berlaku arogan, palsu, gegabah dan membuat kerusakan terkait masalah nasab Nabi. Karena selain diiringi tindakan rasis, terutama dalam kaidah kafa’ah pernikahan, juga doktrin kemuliaan nasab Rasul bagi mereka. Seperti kalimat yang sering diangkat dalam mimbar-mimbar mereka : “Walau ada Ba’alawi yang bodoh atau ahli maksiat. Itu lebih mulia dari manusia biasa, non ahlil bait, termasuk dari Kyai yang alim sekalipun. Karena dalam darahnya mengalir darah Rasulullah. Luar biasa !!!
Kalaupun mereka ini benar Keturunan Nabi, tetap saja doktrin dan ajaran tersebut berbahaya. Karena rentan berujung kepada pengkultusan nasab serta image Islam sebagai agama pilih-kasih dan rasis.
Apalagi ternyata nasab mereka diragukan dan tidak diakui dalam pergaulan Keluarga Nabi sedunia. Ironis !!!
Sebenarnya tidak menjadi persoalan, mau mengaku nasab Nabi atau Fir’aun sekalipun.
Yang miris manakalah seringkali mereka menuduh minor nasab keluarga besar golongan lainnya. Seperti Bani Walisongo, atau para ulama penyebar Islam awal yang telah berdakwah di Nusantara lainnya. Dan sebagian mendirikan Kesultanan/Kerajaan Islam di Nusantara juga dituduh palsu atau dibelokkan nasabnya. Padahal banyak catatan internal keluarga, ada ketersambungan nasab dengan Baginda SAW.
Sikap arogan ini, berujung membuat Ba’alawi harus menanggung malu. Ketika nyatanya nasab beberapa keluarga Walisongo dan keluarga Kerajaan Nusantara, akhirnya diakui sebagai keturunan Nabi yang sah. Terbukti mendapat isbat serta Syahadah Nasab resmi dari beberapa Naqobah Dunia. Artinya catatan keluarga besar Nusantara, matching, klop, nyambung, dengan Naqobah Internasional.
Apabila sekarang dibalik: “Kamu dulu sering menuduh kami palsu, kami selalu bersabar. Namun karena sudah keterlaluan, termasuk sering melakukan persekusi, sekarang kami membuktikan bahwa nasab kami asli, nah bagaimana dengan kamu? Mana Buktimu?!?”
Klaim Nasab Palsu sungguh berbahaya, terutama kepada Nabi dari suatu agama:
Kesimpulannya: Dengan nasab nabi palsu tersebut, agama tersebut akan mengalami degradasi kualitas serta perlahan mengalami kehancuran internal yang massif. Agama apapun !!!
Dengan segala uraian diatas, maka ijinkanlah kami memberikan Rekomendasi kepada seluruh pemangku Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta seluruh warga bangsa Nusantara yang kita cintai bersama :
Dengan kemajuan ekonominya, yang telah masuk menjadi negara G-20. Juga dengan segala potensi SDA dan SDM-nya. Indonesia diramalkan akan masuk dalam jajaran negara termaju dan terkuat di dunia. Artinya, segala hal, yang menjadi potensi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan menuju era emas tersebut harus dikikis sejak dini. Goncangan pada ummat Islam akan mengancam sendi-sendi NKRI yang kita cintai bersama ini. Termasuk pelurusan sejarah dan klaim keturunan Nabi Muhammad SAW harus dilakukan.
Adapun rekomendasi tersebut diatas, secara teknis dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Sesuai uraian diatas, betapa berbahayanya mengklaim sebagai keturunan Nabi tanpa keabsahan yang jelas maka NEGARA WAJIB HADIR, serta memberikan atensi yang nyata.
Berikut ini sedikit referensi terkait Hukum Penistaan Agama di berbagai negara : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_penistaan_agama.
Sebelum diakhiri, perlunya mengutip kalimat mutiara dari Ibnu Rusyd:
“Jika engkau ingin menguasai orang bodoh, maka bungkuslah segala sesuatu yang batil dengan kemasan agama !”
Juga Sang Guru Bangsa, KH. Abdurrahman Wahid :
“Bukankah menjadi jelas bagi kita bahwa menerima perbedaan pendapat dan ASAL-MUASAL, bukanlah tanda kelemahan, melainkan menunjukkan kekuatan !”
Seorang Einstein tidak perlu minder, malu atau menyembunyikan nasabnya sebagai seorang Yahudi. Apalagi dia harus mengaku-ngaku keturunan Nabi Muhammad SAW. Dia bangga sebagai Yahudi Askhenazi. Dengan nilai, tradisi dan semangat ke-Yahudiannya, dia membangun basis keilmuannya. Hingga menjadi ilmuwan terbesar di abad 20. Hukum kekekalan energinya, E = mc2, menjadi rumus yang paling populer dan menjadi dasar bagi penemuan-penemuan spektakuler selanjutnya.
Juga Nelson Mandela, Muhammad Ali, serta Malcolm X, atau bahkan Bilal bin Robah. Mereka mensyukuri takdirnya dilahirkan berkulit hitam, bahkan pada akhirnya mereka bangga dengan warna kulitnya. Walau dihina, namun tetap mampu menunjukkan bahwa mereka manusia-manusia hebat, karena prestasi dan kualitas pribadinya. Pastinya tidak perlu mencatut sebagai keturunan orang lain.
Dalai Lama, pemimpin tertinggi spiritual Tibet ditanya oleh seorang Renovator Teologi Pembebasan Leonardo Boff asal Brasil. Tentang agama apa yang terbaik, bukannya menjawab Budha atau Katholik untuk menyenangkan sang penanya. Dalai Lama sambil tersenyum menjawab: “Agama terbaik adalah agama yang lebih mendekatkan Anda pada Cinta (TUHAN), yaitu agama yang membuat Anda menjadi orang yang lebih baik.”
https://www.liputan6.com/health/read/2258491/agama-yang-paling-baik-di-dunia
Pesan luhurnya, apabila anda mengaku sebagai pemeluk agama yang paling luhur dan berke-Tuhanan yang paling benar. Maka anda harus berkemanusiaan yang paling luhur dan mulia pula.
Berlomba-lombalah untuk menunjukkan betapa mulianya agama anda melalui cerminan pribadi dan prilaku anda.
Namun, kita harus bersepakat pula sebagaimana yang disampaikan KH. Bahauddin Nursalim atau lebih terkenal dengan Gus Bahwa, seorang ulama muda NU yang terkenal dengan kealimannya. Bahwa untuk memperbaiki manusia itu butuh proses, tidak bisa langsung dihabisi. Jika tugas Kenabian hanya untuk menghabisi keburukan, maka bermitra dengan Izrail jauh lebih efektif daripada dengan Jibril.
Di lain kesempatan beliau juga pernah menyampaikan bahwa tidak ada kejahatan yang sempurna, ini sepaham dengan adagium masyhur yang disampaikan oleh Dr. Edmund Locard,. Seorang ahli forensik kriminologi yang memastikan bahwa setiap kejahatan akan meninggalkan jejak dan celah.
Tentunya nasab Ba’alawi yang nihil dengan nama Ubaidillah selama berabad-abad di seluruh kitab nasab primer. Serta kesaksian para Naqib sedunia sudah cukup menjadi jejak dan celah tersebut. Belum lagi hasil test Y-DNA mereka yang melenceng jauh dengan para keluarga ahlil bait di banyak negara yang sudah masyhur terjaga berabad-abad kabilahnya.
Akhirul Kalam, mohon dimaafkan atas segala khilaf dan salah, baik di sengaja maupun tidak. Semuanya demi bertujuan mengingatkan semua anak bangsa, warga Nusantara agar tetap bersatu dan mengedepankan akal sehat, dari pada mudah percaya klaim yang sesat.
“Laisal fataa man yaquluu kaana abii, walakinnal fataa man yaquluu haa ana dza !”
Bukanlah seorang pemuda yang mengatakan inilah bapakku, tetapi seorang pemuda yang mengatakan inilah aku (Amirul Mukminin Imamul Masyariq wal Maghorib Asadillahil Gholib, ALI BIN ABI THOLIB)
Wassalamu’alaikum wr. wb, salam sejahtera bagi semuanya dan Rahayu !!!
KRT. WIRAHADININGRAT
Pemerhati Budaya, Sejarah dan Genetika