Peran Penting Mukimad Dalam Sejarah Kebangkitan Bangsa Nusantara Abad 21

Posted by: Kang Diens 23-Jun-2025 Tidak ada komentar

Dinamika perjalanan sejarah manusia-manusia yang tinggal di wilayah Nusantara, secara sosio-antropologis, diwarnai pasang surut peradaban. Salah satu bangsa besar di dunia di masa lalu itu, setelah masa kolonial, berubah menjadi bangsa yang kurang memiliki peran global. Kolonialisme yang berlangsung selama ratusan tahun telah mampu membonsai jiwa dan mental manusia-manusia Nusantara yang dulu superior, menganggap diri mereka manusia-manusia pilihan, angkuh, merasa lebih tinggi dari bangsa asing, menjadi manusia-manusia inferior yang bisa diperbudak bangsa lain.

Jono de Barros menggambarkan orang Jawa dalam bukunya Decada Primiera e Segunda yang terbit pada 1552 sebagai berikut, “Penduduk asli, dipanggil Jaos (Jawa), sangat sombong dan menganggap bangsa lain lebih inferior sehingga bila mereka berjalan di satu tempat, dan melihat orang asing berdiri di tempat yang lebih tinggi serta tidak segera berpindah tempat, maka akan dibunuhnya karena dia tidak mengizinkan siapa pun berdiri lebih tinggi darinya, … Mereka pemberani dan akan melakukan amok untuk membalas dendam. Walaupun berbagai halangan dihadapi, mereka akan terus berusaha mencapai keinginannya.”

Tomi Pires dalam buku Summa Oriental menggambarkan manusia-manusia Nusantara pada tahun 1512 sebagai manusia-manusia pencemburu. Isteri-isteri bangsawan diperlakukan istimewa bagai barang mahal yang tidak diperkenankan siapapun boleh melihat wajahnya. bila keluar isteri-isteri itu diangkat di atas tandu yang tertutup.

Duerte Barbarosa menulis laporan dalam The Book of Duerte Barbossa, tahun 1518 tentang manusia-manusia Nusantara. Menurutnya, manusia-manusia Nusantara tinggal di rumah besar yang berhalaman luas dengan taman-taman indah dan kebun buah-buahan dan gemar bermain music. Mereka mempunyai skil dan keterampilan, terlatih dalam senjata dan bila bertempur mereka bertempur tanpa rasa takut.

Menurut Afonso de Albuquerque dalam buku The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque dinyatakan bahwa kwalitas senjata api dan meriam yang diproduksi oleh manusia-manusia Nusantara di abad 16 Masehi berada di level yang sama dengan senjata api dan Meriam yang diproduksi di Jerman.

Manusia-manusia Nusantara telah mengenal seni gambar empatpuluh ribu tahun sebelum masehi. Di situs Sangkulirang Kutai Kalimantan Timur ditemukan gambar Banteng kuno yang setelah diteliti oleh Insititut Teknologi Bandung dan Universitas Griffith Australia dinyatakan dengan meyakinkan, melalui uji sampel kalsium karbonat yang terkandung di dalam gambar itu, bahwa gambar itu memiliki penanggalan minimum 40 ribu tahun lalu. Dan gambar banteng itu merupakan seni figurative tertua di atas muka bumi.

Bangunan-bangunan megah yang dibangun manusia-manusia Nusantara di masa lalu yang tersisa hingga hari ini menjadi bukti primer akan kebesaran mereka di masa lalu. Piramida tertua di dunia bukan berada di Mesir yang dibangun pada tahun 2600 sebelum masehi, namun Piramida Gunung Padang di Jawa barat yang dibangun tahun sekitar 10.000 sebelum masehi. Menurut para peneliti, penanggalan radio karbon situs Gunung Padang menunjukkan bahwa lapisan pertama berusia sekitar 3.500 tahun, lapisan kedua berusia sekitar 8.000 tahun, dan lapisan ketiga berusia sekitar 9.500 hingga 28.000 tahun.

Candi-candi di komplek percandian Batujaya Karawang di bangun sekitar tahun 395 Masehi. Candi-candi itu dibangun berbarengan dengan pembangunan Istana Diocletian di Kroasia.

Candi Borobudur yang dibangun di Jawa pada abad ke- 8 Masehi kokoh berdiri sebagai saksi kecerdasan manusia-manusia Nusantra dalam bidang arsitektur. Candi Borobudur di bangun bersamaan dengan di bangunnya Istana Al-Ukhaidir di Karbala oleh dinasti Abbasiyah.

Kebesaran dan keagungan manusia-manusia Nusantara itu kemudian sedikit demi sedikit dikikis secara licik oleh kolonial Belanda. Sejarah keagungan manusia-manusia Nusantara dibelokan bahkan ditenggelamkan oleh Belanda. Kebanggaan menjadi manusia-manusia Nusantara pada puncaknya kemudian dibonsai dengan membelokan silsilah keturunan para tokoh masa lalu. Para manusia-manusia Nusantara yang merupakan satu keturunan dari tokoh-tokoh besar masa lalu yang saling terikat secara genealogi kemudian dipertengahan sejarah diadu-domba dengan bahwa sebagiannya adalah keturunan pendatang. Para penyebar agama Islam dikatakan sebagai pendatang dari Yaman atau tempat lainnya dan bukan merupakan asli keturunan Nusantara.

Akhirnya ada gap psiko-sosiologis antara manusia-manusia Nusantara yang kemudian menyebabkan mereka mudah diadu-domba dan ditundukan. Sebagian kecil diangkat begitu rupa dengan mengatakan bahwa mereka keturunan pendatang dari kasta orang-orang mulia. sebagiannya lagi direndahkan serendah-rendahnya dengan cara memutuskan mereka dengan keagungan leluhurnya di masa lalu, kemudian mereka diasosiasikan sebagai keturunan dari manusia-manusia yang tidak berharga di masa silam yang berasal dari antah berantah. Padahal keduanya merupakan satu keturunan dari manusia-manusia Nusantara yang agung , cerdas, superior dan pemberani di masa silam.

Pada abad ke-19 Masehi di masa penjajahan Belanda, para migran Ba’alwi datang dari Hadramaut ke Nusantara untuk menghindari kelaparan di negeri mereka. Mereka datang Ketika manusia-manusia Nusantara telah memeluk Islam. Di tengah umat Islam mereka mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dan menyebarkan propaganda bahwa para penyebar agama Islam di Nusantara di masa lalu merupakan satu rumpun keluarga dengan mereka. Setelah klaim bahwa para penyebar Islam itu satu rumpun keluarga dengan mereka, langkah kedua mereka mempopularkan bahwa yang menyebarkan Islam di Indonesia itu adalah keluarga mereka. Dengan itu mereka menuntut terimakasih dan penghormatan dari muslim Nusantara dengan dalih karena jasa keluarga merekalah manusia-manusia Nusantara mengenal Islam. Sebagiannya menerima begitu saja klaim tersebut dan sebagaiannya lagi mengabaikan klaim yang tanpa dasar tersebut.

Untuk menyempurnakan alibi klaim tersebut oknum-oknum mereka membuat buku-buku sejarah penyebaran Islam di Nusantara yang menyebut bahwa misalnya Sunan Gunung jati dan Walisongo lainnya merupakan keturunan Ba’alwi. Selain itu, makam-makam para pahlawan penyebar Islam di Nusantara kemudian diinfiltrasi kepengurusannya dan nasabnya dibelokan menjadi keturunan Ba’alwi.

Pada tahun 2022 Masehi skandal sejarah itu terbongkar, bukan saja terbongkar bahwa para penyebar agama Islam bukan keturunan Ba’alwi, tetapi juga terbongkar bahwa kaum Ba’alwi, bukanlah keturunan Nabi Muhammad SAW. Terbongkarnya skandal ilmiyah tentang sejarah dan nasab Ba’alwi bermula dari tesis ilmiyah yang penulis tulis, dan diikuti oleh para peneliti lainnya. Selain dari para peneliti yang berbasis ilmu nasab dan sejarah, terbongkarnya nasab Ba’alwi juga diperkuat oleh penelitian hasil uji tes DNA yang dilakukan oleh peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) DR. Sugeng Sugiharto. Menurut DR. Sugeng, keluarga Ba’alwi bukan hanya mustahil sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, tetapi mereka juga mustahil sebagai keturunan Arab. Bukti hasil tes DNA keluarga Ba’alwi membongkar bahwa mereka merupakan keturunan Kaukasus.

Penelitian itu didorong oleh banyaknya oknum Ba’alwi yang tidak berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW. Banyak oknum-oknum mereka yang berlaku sombong, suka mencaci, rasis, mencuri, minum minuman keras, narkoba, berzina bahkan terlibat pembunuhan.

Kesimpulan penelitian ilmiyah yang menyatakan bahwa Ba’alwi yang dipanggil habib itu bukan keturunan Nabi kemudian disambut gegap gempita oleh Muslim Nusantara, khusunya warga NU, bahkan tokoh NU KH. Abbas Bili Yahsyi (Gus Abbas Buntet) yang merupakan anak dari tokoh NU ternama yaitu Prof. KH. Fuad Hasyim dari Buntet Cirebon, seorang tokoh NU yang menduduki jabatan Syuriah PBNU, ikut memperkuat penelitian itu. Gus Abbas kemudian mendirikan organisasi Perjuangan Walisongo Indonesia- Laskar Sabilillah (PWI-LS). Warga NU kemudian berbondong-bondong masuk ke PWI-LS sehingga kemudian PWI-LS terbentuk di seluruh Provinsi di Pulau Jawa. Bahkan di pulau Sumatra telah terbentuk PWI-LS di Provinsi Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, Jambi dan Riau. Di luar Pulau Jawa dan Sumatra, PWI-LS juga telah terbentuk di Pulau Bali dan Kalimantan.

Masyarakat yang dulu mayoritas menerima klaim Ba’alwi yang mengaku sebagai keturunan Nabi, kini satu persatu undur diri dari barisan Kibin dan berpindah menjadi Mukimad. Istilah Kibin adalah istilah yang disematkan pendukung penelitian ilmiyah untuk mereka yang masih mengakui bahwa Ba’alwi merupakan keturunan Nabi, ia berasal dari kata Muhibin kemudian menjadi Kibin. Sedangkan Mukimad adalah istilah yang disematkan oleh para kibin untuk mereka yang telah yakin bahwa Ba’alwi bukan keturunan Nabi Muhammad SAW. Istilah Mukimad merupakan akronim dari Muhibin Kiayi Imad. Walau kedua istilah itu disematkan oleh masing-masing lawan kepada lawan lainnya, istilah itu kemudian popular dan terpaksa diterima oleh masing-masing kubu sebagai identifikasi diametral walau masing-masing tidak nyaman dengan kedua istilah tersebut.

Aktivis “Mukimad” kemudian bukan hanya berjuang memberikan pencerahan terhadap manusia-manusia Nusantara tentang batalnya nasab Ba’alwi tetapi merambah tentang pentingnya mengembalikan identitas manusia-manusia Nusantara yang dikenal superior dan agung di masa lalu. Para aktivis Mukimad tidak terbatas para ulama-ulama pesantren, mereka juga terdiri dari berbagai macam unsur masyarakat dari para intelektual, konten creator, budayawan, tokoh muda dan lain sebagainya.

Aktivis Mukimad kini benar-benar menjadi ikon kebangkitan manusia-manusia Nusantara menuju cita-cita mereka dalam upaya kembali menjadi manusia-manusia yang memiliki kebanggaan sebagai putra-putri Nusantara yang dulu dikenal di dunia sebagai manusia-manusia yang superior yang disegani lawan dan kawan. Gelombang kebangkitan itu lambat laun terus menyebar ke seantero Nusantara dan menandai runtuhnya klaim klan Ba’alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW baik di Indonesia maupun di dunia.

Penulis: Imaduddin Utsman Al-Bantanie